Pengharapan
Ada sepuluh orang disini. Enam orang berada di teras, sedang sisanya di dalam gedung. Tempat ini dulu adalah sebuah toko yang menjual ATK dan jasa photocopy saat aku masih duduk di bangku SMP.
Seorang dewasa, mungkin bapak dengan dua orang anak, memakai seragam perusahaan BUMN. Mungkin pulang kerja karena saat itu sudah sore. Dia memesan minuman lalu mengambil tempat di pojok, belakang aku duduk. Sedang live tiktok. Seperti banyak dilakukan oleh beberapa orang sekarang ini. Dia beberapa kali menyapa akun yang menyaksikan livenya. Terdengar jelas karena berada di belakangku.
Sebelahku, beberapa pemuda sedang bermain game yang sedang populer saat ini, mobile legend. Satu orang lagi ada dibelakangku biasanya juga bermain game ini. Mereka sering ngopi disini, namun aku tidak mengenal mereka.
Sisanya berada di dalam ruangan, memainkan gitar. Sedangkan pemilik warung kopi menunggu di belakang meja kasir. Sebuah petak kecil yang ditempatkan di depan gedung tua tersebut dengan jejeran air mineral dan beberapa jajan buatan sendiri. Aku tahu kalau jajajan buatan sendiri karena dulu sempat bertanya saat pertama ngopi disitu. Kebetulan dia juga temanku waktu SMP dahulu.
Orang-orang sedang berbahagia dengan kegiatan mereka, pun denganku. Membuat sesuatu dengan laptopku sejak kemarin. Hapus dan install CMS (Content Management System) untuk membuat katalog dari thema yang sudah lama aku beli. Sambil tetap beberapa kali terpikir namamu.
Memang hari ini tidak seperti kemarin yang rasanya ugal-ugalan memikirkanmu. Masalahnya aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Menghubungimu dengan pesan singkat? Siapalah aku. Serasa dilema.
Beberapa waktu sebelumnya aku pernah membaca kutipan, Jika kamu bersedih dan teringat seseorang, artinya orang itu mencintaimu.
Entahlah, jika itu memang benar betapa berungtungnya aku. Sebuah pengharapan yang sejak beberapa tahun lalu aku pikir akan menjadi nyata.
Berbekal sebuah ungkapan yang aku tujukan kepadamu. Aku meyakinkan kembali pada diriku sendiri bahwa ungkapan itu akan tetap berlaku hingga kamu memberi jawaban padaku saat aku masih sendiri. Entah penerimaan atau penolakan. Meskipun rasanya kita sudah terlalu tua untuk menolak.
Kemarin yang bisa aku lakukan hanyalah mencari kegiatanmu di media sosial milikmu. Sedangkan hari-hari sebelumnya, aku hanya mendengarkan cover lagu yang kamu nyanyikan lewat saluran youtube. Beberapa kali aku putar terus menerus.
Di sudut dilema aku berharap, terkadang aku juga berdoa, memohon agar disatukan denganmu. Meski aku tahu bebanmu sudah banyak dibanding dengan harapanku yang sederhana ini.
Rasanya hal seperti ini tidak menarik bagimu. Atau bagi siapapun yang berharap punya kisah romantis seperti dalam banyak cerita. Ini hanya sebuah pengakuan dari seorang biasa, bahkan dalam cerita populerpun tidak ada kepasrahan seperti ini rasanya.
Lain dari itu aku takut bukan hanya kesenjangan kita soal perekonomian, namun ketidakpantasan antara aku dan kamu. Antara keluarga dan garis keturunan. Walaupun aku sudah meyakinkan diri bahwa tidak perlu banyak hal-hal sulit untuk mencintaimu saat ini. Aku telah membuang egoku dan memilihmu.
Hingga ujung pengharapan denganmu entah bagaimana nantinya, aku tetap berharap bersamamu, dengan sederhana.
Kanor dan Rengel tidak terlalu jauh. Namun seperti banyak hal yang membuat jarak yang kutempuh kepadamu begitu terjal.
Namun, jikalaupun tidak bersamamu nantinya, berarti itulah yang terbaik. Rencana sang pencipta jauh lebih baik, untukku dan untukmu.