Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Sejarah dan Perspektif Masyarakat

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sering di konotasikan sebagai tukang palak. Terkadang bila ada masyarakat yang berhubungan (berinteraksi) dengan lembaga ini sering kali ada rasa takut bahkan mangkel (tersinggung). Namun sebenarnya ada aturan yang harus dipatuhi di setiap Lembaga Swadaya Masyarakat pada umumnya. Bahkan beberapa menyebutkan bahwa LSM mulai disebut sebagai profesi, artinya lembaga ini mempunyai kode etik untuk di patuhi.

masyarakat by: gomarketingstrategiccom


LSM bisa juga disebut sebagai NGO (Non Govermental Organization), CSO (Community Social Organization), OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) atau Ornop (Organisasi Non Pemerintahan). Istilah NGO sendiri sudah ada sejak tahun 1945 dan istilah ini sudah akrab di dalam lingkungan PBB (perserikatan bangsa-bangsa). Penyebutan NGO sendiri digunakan untuk elemen masyarakat non pemerintah yang gerakannya seperti pemerintah.  Kadang kala lembaga ini disebut sebagai lembaga sok moralis dalam tatanan idealisme yang tercederai oleh materialisme. 

Di masyarakat sendiri LSM adalah lembaga minor yang dipandang negatif oleh masyarakat. Sama halnya seperti wartawan atau polisi lalu lintas. Memang sering kita jumpai beberapa hal yang mengatasnamakan LSM untuk menyudutkan (dalam artian nyali/menggertak) beberapa dari masyarakat atau perangkat desa, kaitannya dalam beberapa kegiatan. Begitupun dengan wartawan saat akan melakukan peliputan, yang harusnya bisa dimuat dalam media mereka, namun pihak yang dijadikan narasumber kadang senang berbelit-belit. Pun juga dengan polisi, tugasnya sesuai dengan surat tugas yang dilakukan, namun kadang kita terlalu takut saat ada penertiban di jalan. Misalnya pemeriksaan kelengkapan surat berkendara.

Hal-hal yang menjadikan alergi masyarakat terhadap sepak terjang para anggota lsm, wartawan dan polisi adalah hal negatif yang di dengar dari satu kepala ke kepala lain. Beberapa orang mengatakan bahwa lsm adalah sebagai lembaga susah makan, atau menyebut wartawan sebagai “wartawan bodrex”, atau polisi yang sering minta uang. Mestinya ada beberapa hal yang bisa dijadikan suatu pemahaman umum bahwa ketiga lembaga ini mempunyai aturan atau kode etik dalam melaksanakan kerja-kerja organisasi.

Hal tersebut tidak bisa disalahkan juga ketika ada anggota lsm yang tidak bisa menyebutkan maksud dan tujuannya datang ke suatu lokasi (misalnya). Dari pengetahuan masyarakat, kegiatan lembaga ini hanya meminta uang saat datang ke desa atau suatu proyek pembangunan fasilitas publik, kemudian setelah diberi beberapa rupiah oknum akan pergi. Pengalaman saya belajar berorganisasi di LSM yang dalam aturan organisasinya tidak boleh menerima uang dan barang dari lokasi yang menjadikan objek penelitian/kegiatan, mengubah pemikiran bahwa lembaga swadaya masyarakat adalah tukang palak. Karena kedapatan menerima uang (gratifikasi), maka harus mendapatkan sanksi. Hal-hal semacam inilah yang perlu menjadi wawasan dalam masyarakat sehingga tidak mudah terjebak dengan tingkah polah oknum lembaga seperti lms dan wartawan.

Para Tokoh

Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebutan CSO di Indonesia adalah M.A.S Hikam. Dalam kipraphnya dulu, A.S Hikam mengkampanyekan CSO sebagai sebuah organisasi yang ada di dalam masyarakat. Atau nama M.H Ainun Najib yang biasa dikenal dengan nama Cak Nun. Dia menyebut masyarakat madani sama halnya dengan CSO. Dalam hal ini bisa dibilang sebagai masyarakat sipil yang mempunyai persepsi dalam bidang keilmuan yang mengarah pada positivisme = kritisisme (lawan dari “kapitalisme”).

Istilah pemikiran kritis ada dalam filsafat pemikiran barat yang di dengungkan oleh Karl Marx dalam karya “Das Kapital” yang di dalamnya ada pemahaman tentang konsepsi Marx dalam penentangan terhadap kapitalisme. Kemudian ada Antonio Gidden yang menyerap pemikiran Marx ini ke dalam suatu konsep yang mempertemukan antara Sosialisme dan Demokrasi. Atau aku menyebutnya dengan gerakan kiri tengah. Lalu istilah CSO yang diperkenalkan oleh Antonio Gramsci yang literaturnya (sanad) dari pemikiran Karl Marx.

Sedangkan Di Indonesia sendiri sebutan CSO di populerkan oleh A.S Hikam seperti yang saya ungkap di atas. Atau Cak Nun yang menyebut sebagai masyarakat madani. Sedangkan NGO sendiri mulai resmi disebut sebagai lembaga non pemerintahan di PBB pada tahun 1950. Dalam sejarahnya, LSM pernah disebut sebagai organisasi kiri jalan pada era orde baru, karena gerakan yang dilakukan dulu sering dianggap mengkritik pemerintah. Serta lembaga-lembaga ini juga melakukan aksi-aksi demonstrasi dengan mas aksi masyarakat. Ciri Khususnya adalah simbol “D&R”, dan puncaknya pada tahun 1998.  NGO disebut juga sebagai pembeda dalam tatanan lembaga yang bukan pemerintah dan swasta. Lembaga Swadaya Masyarakat tidak bisa dikatakan langsung sebagai swasta karena organisasi ini berbasis Nirlaba (Non Profit Oriented).

Saat ini memang ada LSM yang bekerja sama dengan pemerintah. Namun maknanya adalah sebagai partner, serta tidak bisa dijadikan pedoman sehingga mengubah organisasi ini sebagai lembaga plat merah. Karena esensi dari berpartner adalah sama-sama memberikan hasil.

Peran NGO 

NGO memiliki peran di masyarakat dalam pola pengembangan infrastruktur, Inovatif di masyarakat, memfasilitasi komunikasi, Bantuan teknis dan pelatihan, Penelitian, monitoring dan evaluasi, Advokasi untuk dan dengan masyarakat miskin. 

NGO sering disebut sebagai provokator dalam melaksanakan peran mereka dalam kegiatan memfasilitasi dan komunikasi. Hal ini sering di konotasikan bahwa NGO sebagai agen provokasi. Namun hal tersebut di dengungkan oleh orang yang terancam status quonya. Melainkan dalam kegiatan komunikasinya adalah memahamkan atau lebih berpihak kepada masyarakat.

Kemudian dalam pengelompokannya LSM di bagai menjadi dua, yaitu operasional dan komunikasi. Di beberapa Perguruan Tinggi sekarang ini sudah ada mata kuliah yang membahas tentang NGO pada jurusan terkait pengembangan masyarakat. Karena memang pada kenyatannya lembaga ini programnya sering diadopsi oleh pemerintah karena dianggap sejalan.

Abetnego Tarigan yang bekerja di staf kepresidenan RI pada diskusi tentang kehutanan yang dilakukan oleh LSM IDFoS Indonesia pada tahun 2019, pernah berkata bahwa program lsm nantinya akan dijadikan program pemerintah. Kutipan yang disampaikan kurang lebih begini. “Saya khawatir program-program NGO akan dipakai oleh pemerintah”. Misal program yang saat ini pemerintah sangat bergairah untuk melaksanakannya adalah pendampingan tentang disabilitas.

Ditulis tahun 2019, diedit 27 Januari 2021

Sumber: Capacity Building yang dilaksanakan oleh IDFoS Indonesia pada tahun 2019.

Posting Komentar untuk "Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Sejarah dan Perspektif Masyarakat "