Main Game Malah Bikin Stres
Dulu saat masih sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP), aku suka main playstation (PS) di persewaan.
Untuk bermain konsol PS kala itu ditarif Rp 2 ribu per jam. Konsol gim yang disewakan adalah PS 2. Jenis gim yang populer di persewaan adalah winning eleven (permainan sepak bola), wrestling, gim petualangan seperti GTA San Andreas, gim balapan dan Guitar Hero.
Gim-gim PS 2 merupakan jenis permainan digital yang dimainkan secara offline (tanpa internet). Sehingga untuk memainkan gim yang berbeda, harus punya Compact Disc (CD) yang berbeda pula. Kalau di desa, kami menyebutnya dengan kaset. Namun, biasanya persewaan punya konsol PS jenis hardisk yang ada banyak jenis gim di dalamnya, sehingga untuk ganti permainan tidak perlu gonta-ganti kaset.
Progres game bisa disimpan menggunakan memory, bukan sejenis disket yang digunakan di komputer! *baaah, tua banget aku sampe tahu disket.
PS punya jenis hard drive sendiri untuk menyimpan progres gim yang dimainkan. Kami menyebutnya kala itu dengan memory.
Gim sepak bola seperti Winning Eleven atau gim petualangan seperti GTA, kan bukan gim yang bisa dimainkan dua jam langsung tamat, butuh berjam-jam. GTA mungkin juga bisa disebut sebagai gim open world. Jadi ada alur cerita yang bisa diikuti oleh pemain.
Rata-rata gim yang ada di persewaan kala itu adalah gim kompetitif (seingatku), namun sepertinya tidak ada yang sampe stress karena kalah. Paling tidak itu bagi kami sebagai penyewa.
Kalau waktu sewa sudah habis ya sudah, kami sebagai penyewa kembali ke rutinitas sebagai manusia desa biasa. Rutinitas yang aku maksud kalau dibahasakan oleh orang-orang modern sekarang adalah permainan tradisional.
Karena paling lama main gim PS di tempat persewaan rata-rata dua jam. Juga, kala itu PS adalah sesuatu hal modern yang bikin bahagia anak-anak. Sehingga ketika ada anak yang tidak main PS sebenarnya juga tidak masalah. Seperti kita saat ini, walaupun PS sudah mencapai versi PS 5 dan kita tidak memainkannya juga tidak masalah kan?
Atau karena saat ini ada banyak pilihan permainan? Maksudku permainan dalam mode gim-gim digital.
Saat ini smartphone bisa memainkan banyak jenis gim. Tidak harus punya konsol game khusus. Tidak seperti 20 tahun lalu, (*wah ternyata memang sudah tua) ponsel hitam putih tidak mampu untuk memainkan banyak gim, hanya beberapa gim bloatware bawaan hape.
Namun bagi pemain gim saat ini (aku tidak sepakat menyebutnya gamer, karena hanya bermain satu jenis gim saja), gim kompetitif seperti jenis multiplayer online battle arena (moba) malah bikin para pemain stress. Lihat saja kantung mata mereka, udah kurang tidur karena ngejar rank, wkwkwk.
Karena gim kompetitif seperti moba bisanya tidak hanya dimainkan satu atau dua jam saja. Tapi selama masih memungkinkan, pemain bisa terus bermain.
Untuk mengejar apa?
Setahuku validitas! Jika rank yang kamu capai tinggi berarti kamu jago. Tapi kali ini menurutku nonsense (gak masuk akal).
Seperti menyimpan progres dengan memory di PS 2, gim moba juga punya progres untuk pemain, salah satunya rank. Sedangkan untuk penyimpanan dilakukan secara cloud, dengan sinkronisasi email pengguna.
Media Sosial
Gim yang seharusnya menjadi media untuk hiburan, malah menjadi tujuan utama keseharian. Karena sialnya, atmosfer kehidupan modern ini dipenuhi dengan berbagai hiburan. Tiktok, Facebook, Instagram, X, Threads, Youtube, ditambah lagi WhatsApp yang entah menjadi messenger atau media sosial saat ini sebutannya.
Cuma kalau WhatsApp, adalah opini pribadiku sih, karena alasan membuka WA adalah untuk melihat stori dia, eaaaaa. Apa aku hapus saja ya nomor hpnya biar statusnya nggak muncul. Biar gak gelisah. Haaaah, mari kembali ke pembahasan.
Sebagian kita harusnya sudah merasa bahwa media sosial saat ini semakin toxic. Sekarang kita itu kelebihan hiburan daripada kekurangan hiburan. Malah kita itu kekurangan aktifitas sepertinya (Tak usah di judge terlalu dalam, ini opini pribadiku).
Apalagi sepertinya kita juga kesulitan mengendalikan jenis konten apa yang ingin kita konsumsi di media sosial. Belum lagi adanya algoritma yang diterapkan oleh medsos, filter bubble yang akan menampilkan konten yang sesuai dengan minat kita.
Sehingga istilah banjir informasi atau infobesitas bisa jadi memang sesuai untuk kita yang mengkonsumsi informasi berjumlah besar secara terus menerus. Kalau mereka yang tidak mengkonsumsi informasi dengan jumlah besar mungkin tidak terkena infobesitas. Tergantung ingin menjadi kita atau mereka?
Kalau menurut informasi dari wikipedia https://id.m.wikipedia.org/wiki/Banjir_informasi, Banjir informasi atau kejenuhan informasi adalah suatu keadaan saat pengolahan informasi manusia telah berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya.(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Banjir_informasi#cite_note-sosi-1) Frasa ini (dalam bahasa Inggris: _information overload_) disebutkan dalam buku "The Managing of Organizations" karya Bertram Gross pada tahun 1964.
Salah satu informasi yang disajikan dalam media sosial adalah rekaman gim yang dimainkan di smartphone. Modelnya bisa berupa tutorial atau sekedar hiburan. Sedangkan kita bermain game juga untuk hiburan, kan?
Sehingga dalam konteks hiburan yang tidak jelas ini, aku beropini bahwa permainan seperti moba atau gim kompetitif yang bersifat online saat ini bukan lagi sekedar hiburan, melainkan sebuah ajang pembuktian atau validasi diri agar terlihat hebat mungkin. Atau validasi yang lain? entahlah.
Tidak hanya itu, fitur chat di dalam game terkadang juga muncul kata umpatan jika teman main dalam gim tidak sesuai dengan keinginan pemain lainnya.